Sunday, April 30, 2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MEMBERSIHKAN DAN MENSTERILKAN SARUNG TANGAN (N

SOP MEMBERSIHKAN DAN MENSTERILKAN SARUNG TANGAN 

A.  DEFINISI 
Suatu tindakan untuk membersihkan dan menyiapkan sarung tangan steril

B.  Tujuan
Mencegah kontaminasi sarung tangan 

C. PERSIAPAN ALAT 

  1. Sarung tangan yang telah terpakai
  2. Tempat pencucian dengan air menfalir
  3. Sabun
  4. Kain pengweing/lap kering
  5. Talk
  6. Tablet formalin
  7. Tombol atau stoples yang berkutu rapat (ukuran 1 liter atau lebih)


D.  CARA kerja

  1. Bilas dan sabuni bagian luar dan dalam sarung tangan.  Kemudian bilas sampai bersih
  2. Periksa sarung tangan apakah bocor atau tidak dengan cara memasukkan udara ke dalamnya lalu di rendah dalam air.  Bila bocor pisahkan. 
  3. Setelah bersih,  sarung tangan yang masih baik di keringkan dengan cara menggantung terbalik atau langsung di keringkan sisi luar dalamnya dengan handuk/lap kering 
  4. Kerjakan hati-hati jangan sampai rusak
  5. Beri bedak atau talk tipis-tipis bagian luar dan dalamnya.  Diatur atau di gulung sepasang2 atau di pisahkan sevagian-sebagian.  Bila dipisahkan antara kiri dan kanan harus di beri etika yang jelas pada tromol/toilet masing-masing
  6. Kesan di steril kan di dalam trombilitik atau toples tertutup yang sudah berisi tablet formalin selama 24 jam terhitung saat mulai di masukkan
  7. Setelah selesai maka ALAT-alat di Bereskan kembali
  8. Dokumentasikan tindakan 

Wednesday, April 26, 2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MERAWAT PASIEN DENGAN KEADAAN ISOLASI

SOP MERAWAT PASIEN DENGAN KEADAAN ISOLASI

A.  DEFINISI
Suatu tindakan pencegahan dan penfontrolan infeksi nososkomial dengan memperhatikan universal precautions

B.  TUJUAN
Mencegah penyebaran infeksi nososkomial

C. PERSIAPAN ALAT

  1. Gown(skort) 
  2. Masker
  3. Handschoen 


D. Tahap kerja

  1. Tinjau ulang kewaspadaan pasien
  2. Jelaskan isolasi dan kewaspadaan yang perlu terhadap klien,  keluarga dan pengunjung,.  Berikan kesempatan untuk bertanya
  3. Cuci tangan 
  4. Gunakan gown, masker, sarung tangan dan kaca mata Google jika di butuhkan 
  5. Kenakan gown. Pastikan semua gown menutupi semua pakaian. Tarik lengan baju ke bawah ke pergelangan tangan.  Ikatan dengan rapat pada leher dan pinggang.
  6. Pakai sarung tangan sekali pakai.  Jika di pakai dengan gown,  tarik manset ke atas tepi lengan gown
  7. Pakai masker bedah sekeliling mulut dan hidunm ikat dengan rapat. 
  8. Pakai kaca mata Google tepat melingkupi sekeliling wajah dan mata. 
  9. Kaji apakah ALAT-alat tersebut dapat di bawah ke kamar klien
  10. Masuk ke kamar klien.  Atur peralatan dan bahan-bahan (jika peralatan akan di pindahkan dari kamar untuk di gunakan lagi,  Letakkan dalam handuk kertas yang bersih) 
  11. Kaji tanda vital :

  12. Jika peralatan tetap berada dalam kamar,  tetap mengkaji tanda vital sebagai prosedur rutin.  Hindari kontak antara stetoskop atau manset tekanan darah dengan materi yang terinfeksi 

B.  Jika stetoskop akan di gunakan lagi,  bersihkan diafragma dengan alkohol.  Letakkan pada sisi di atas permukaan yang bersih
C.  Harus menggunakan térmométer individual atau sekali pakai
8.berikan obat:
A.  Berikan obat oral dalam bungkusan atau cangkir
B.  Buang bingkisan atau cangkir ke dalam wadah berlapis plastik
C.  Berikan injeksi,  pastikan memakai sarung tangan
D.  Buang spuit dan jarum yang tidak tertutup ke dalam wadah khusu
.  Jika menggunakan spuit yang dapat di gunakan kembali,  buang isi bagian dalam dan jarymnya ke dalam wadah khusus
9. Bantu hyginie
A.  Jaga supaya gown tidak menjadi basah,  bawah waskom untuk cuci tangan dengan posisi jauh dari gown, hindari bersandar pada meja yang bagian atasnya basah
Bantu klien membuka gown,  buang kantung linen kejap air
Ganti linen,  jika menjadi sangat kotor hindari kontak dengan gown,  buang dalam kantung linen khusus
D.  Pasang linen bersih pada tempat tidur dan pasang handuk
E.  Ganti sarung tangan jika menjadi sangat kotor dan nantinya masih membutuhkan perawatan
10. Kumpulan spesimen
A.  Letakkan wadah spesimen diatas handuk kertas yang bersih di dalam kamar mandi klien
B.  Ikuti prosedur pengumpulan spesumen
C.  Pindahkan spesimen ke wadah tanpa mengotori bagian luar wadah.  Letakkan wadah dalam kantung plastik
D.  Periksa label pada kantung spesimen supaya akurat,  kirim ke laboratorium,(label peringatan dapat di gunakan,  bergantung pada kebijakan rumah sakit)
11. Jelaskan pada klien bila anda merencanakan kapan akan kembali ke kamar
12. Buang linen dan kantung sampah jika sudah penuh
A.  Gunakan satu kantung untuk memuat barang yang kotor jika kantung tersebut tahan lembab dan kuat
B.  Ikat kantung dengan rapat pada bagian atas
13. Tambahkan bahan di ruangan sesuai dengan kebutuhan
14. Tinggalkan kami isolasi
A.  Buka google
B.  Buka ikatan gown yan ada di pinggang.  Buka satu sarung tangan dengan meraih manset dan menarik bagian dalam sarung tangan ke bagian luar tangan.  Buang sarung tangan.  Dengan tangan yang tidak memakai sarung tangan,  masukkan hari ke dalam manset sarung tangan yang masih dipakai dan tarik sarung tangan tersebut keluar
C.  Buka tali masker,  jauhkan masker ke dalam wadah sampah
D.  Buka tali gown pada bagian leher,  biarkan gown jatuh.  Keluarkan tangan dari bagian gown pada lipatan bahu dan lipat bagian dengan bagian dalamnya keluar.  Letakkan di kantung cicilan.
E. Cuci tangan
F.  Tinggalkan kamar dan tutup pintu jika perlu

Sunday, April 23, 2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MEMASANG SARUNG TANGAN

SOP MEMASANG SARUNG TANGAN

A. DEFINISI 
 suatu tindakan Memasang sarung tangan untuk menjaga kondisi asepsis

B.  TUJUAN 

  1. Mencegah penyebaran infeksi nosokomia
  2. Mencegah penularan penyakit


C.  PERSIAPAN ALAT 
Sarung tangan dengan ukuran yang sesuai

D. CARA KERJA 

  1. Siapkan kemasan sarung tangan steril yang sesuai dengan ukuran 
  2. Lakukan cuci tangan dengan saksama
  3. Buka pembungkus bagian luar dari kemasan sarung tangan dengan memisahkan dan melepaskan sisi-sisinya
  4. Pegang bagian dalam kemasan dan letakkan pada permukaan yang bersih,  datar tepat di atas siku.  Buka kemasan,  jaga supaya sarung tangan tetap di atas permukaan bagian dalam pembungkus 
  5. Jika sarung tangan tidak di bedaki,  ambil pak bedak dan pakai bedak tipis-tipis pada tangan diatas wastafel atau keranjang sampah
  6. Identifikasi sarung tangan kanan dan kiri.  Setiap sarung tangan memiliki manset kira-kira lebar 5 cm.  Kenakan sarung tangan dominan terlebih dahulu 
  7. Dengan ibu jari dan telunjuk serta jari tengah dari tangan non dominan, pegang tepi dari manset sarung tangan untuk tangan dominan.  Sentuh hanya bagian dalam sarung tangan 
  8. Pakai sarung tangan pada tangan dominan,  biarkan manset dan pastikan manset tidak bertumpk di pergelangan tangan.  Pastikan ibu jari dan jari lainnya berada pada tempat yang tepat
  9. DENGAN tangan yang dominan yang berasurng tangan,  selip kan jari di dalam manset sarung tangan ke dua
  10. Kenakan sarung tangan ke dua pada tangan non dominan.  Jangan biarkan jari tangan dan ibu jari tangan dominan yang bergabung dengan tangan menyentuh setiap bagian  tangan non dominan yang di buka.  Jaga supaya ibu jari tangan non dominan terabduksi ke belakang
  11. Setelah sarung tangan ke dua di Kenakan,  tautan kedua orang angan.  Manset biasanya jatuh ke bawah setelah pemakaian. Pastikan untuk hanya menyentuh daerah yang steril. 


Friday, April 21, 2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MENYIAPKAN TEMPAT TIDUR TERTUTUP

SOP MENYIAPKAN TEMPAT TIDUR TERTUTUP

A.  DEFINISI
Suatu kegiatan untuk mengganti alat tenun (sprei) pada tempat tidur pasien

B.  TUJUAN

  1. Menjaga kebersihan lingkungan
  2. Mencegah infeksi
  3. Memberikan rasa nyaman

C.  INDIKASI
Dilakukan ketika alat tenun pasien kotor

D.  PERSIAPAN PASIEN
Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan tindakan

E.  PERSIAPAN ALAT

  1. Alat tnun
  2. Laken
  3. Perlak (bila perlu)
  4. Steek laken
  5. Boven laken
  6. Sarung bantal
  7. Selimut
  8. Overlaken


F.  CARA KERJA

  1. Mencuci tangan
  2. Meletakkan alat tenun di tempat yang bersih
  3. Memasang laken dengan lipatan memanjang dan menentukan garis tengah tempat tidur
  4. Memasukkan laken bagian kepala kurang lebih 25 cm kemudian bagian kaki dan buat sudut. Masukkan juga sisinya
  5. Memasang perlak dan steek laken
  6. Memasang boven laken secara terbalik dengan jahitan lebar di bagian kepala sampai batas kasur
  7. Meletakkan selimut tepat pada garis jahitan bovenlaken
  8. Memasang sarung bantal dan meletakkan bantal dengan bagian tertutup kejurusan pintu
  9. Memasang overlaken
  10. Mencuci tangan
  11. Mendokumentasikan tindakan


Thursday, April 20, 2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MEMASANG KAP KUTU

SOP MEMASANG KAP KUTU

A. DEFINISI
Tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat untuk memberikan obat kutu di kepala pasien yang berkutu

B. TUJUAN
Menghilangkan kutu

C. INDIKASI
Dilakukan pada pasien yang berkutu

D. PERSIAPAN PASIEN
Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan tindakan
Posisikan pasien sesuai dengan kebutuhan

E. PERSIAPAN ALAT

  1. Obat kutu, misalnya campuran minyak tanah dan minyak kelapa dengan perbandingan 1:1, dicampur kapur barus yang sudah dihaluskan
  2. Kap kutu khusus atau kai segitiga (mitela)
  3. Pengalas dari karet atau kain
  4. Peniti
  5. Kain kas
  6. Vaselin
  7. Sisir kutu dan sisir biasa
  8. Kertas pembungkus kotoran
  9. Ember
  10. Bengkok (nierbekken) beisi larutan disinfektan
  11. Celemek untuk petugas
  12. Tutup untuk kepala
  13. Sarung tangan untuk petugas


F. CARA KERJA

  1. Sebelum memasang kap kutukepadapasien, petugas memakai celemek, tutup kepala dan sarung tangan dahulu
  2. Pengalas dipasang pada bahu dan diberi peniti agar tidak lepas
  3. Kertas dilebarkan sampai ember yang diletakkan didekat punggung pasien. Selanjutnya, rambut disisir dengan sisir biasa, kemudian dengan sisir kutu, kotoran dibuang kedalam bengkok yang berisi cairan disinfektan
  4. Kulit kepala pada batas rambut diberi vaselin
  5. Kulit kepala digosok dengan kain kasa yang telah dilumuri obat kutu. Ini dilakukan sedikit demi sedikit dari kulit kepala sampai ujung rambut secara merata
  6. Khusus rambut panjang harus dijalin secara longgar dan digulung
  7. Kepala dibungkung dengan kap kutu atau kain segitiga yang ujungnya disimpulkan diatas dahi dan diberi peniti dengan telinga tidak sampai tertutup
  8. Posisi pasien diatur kembali, kap kutu dibiarkan selama 12-18 jam setelah itu rambut dicuci sesuai prosedur mencuci rambut
  9. Peralatan desinfeksi, dibereskan dan dikembalikan pada tempat semula
  10. Dokumentasikan tindakan


Wednesday, April 19, 2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MERAWAT KUKU KLIEN

SOP MERAWAT KUKU KLIEN

A. DEFINISI

Tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat untuk membersihkan kuku tangan dan kaki yang meliputi perendaman, pemotongan, pengikiran untuk mempertahankan kesehatan kuku tangan maupun kaki

B. TUJUAN

  1. Mempertahankan kebersihan kuku klien
  2. Menghindari infeksi di daerah sekitar kuku klien
  3. Memberikan kenyamanan
  4. Merapikan penampilan klien
  5. Mencegah kemungkinan pasien tercakar jika kukunya panjang
  6. Mencegah bau


C. INDIKASI

  1. Pasien dengan masalah pada kuku kaki dan tangan
  2. Pasieen lansia
  3. Pasien anak-anak hingga dewasa
  4. Pasien diabetes


D. PERSIAPAN PASIEN

  1. Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan tindakan
  2. Posisikan pasien sesuai kebutuhan


E. PERSIAPAN ALAT

  1. Baskom 2 buah
  2. Pengikir kuku
  3. Handuk mandi
  4. Washlap
  5. Lotion
  6. Keset mandi sekali pakai
  7. Gunting kuku
  8. Sarung tangan
  9. Orange stick


F. CARA KERJA

  1. Cuci tangan
  2. Dekatkan alat-alat
  3. Hapus cat kuku pasien
  4. Isi baskom dengan air hangat 43-440 C
  5. Tempatkan baskom diatas keset mandi dan bantu pasien merendamkan kakinya
  6. Dapatkan meja pasien dan letakkan baskom lain diatasnya, bantu pasien merendam kuku tangan. Perendaman dilakukan selama 10-20 menit
  7. Bersihkan bagian bawah kuku dengan orange stick . singkirkan baskom dan keringkan kuku
  8. Gunting kuku pasien secara lurus menyilang pada ujung jari dengan gunting kuku. bentuk kuku dengan pengikir.
  9. Dorong kutikula kebelakang dengan perlahan dengan menggunakan orange stick
  10. Kenakan sarung tangan dan gosok daerah kalus kaki klien dengan washlap
  11. Bersihkan bagian bawah jari dengan menggunakan orange stick.angkat kaki dari baskom dan keringkan.
  12. Bersihkan dan gunting ibu jari secara lurus menyilang. Jangan mengikir sudut kuku ibu jari
  13. Berikan lotions pada kaki klien
  14. Bantu klien kembali ke posisi semula
  15. Rapikan alat
  16. Cuci tangan
  17. Dokumentasikan tindakan

Tuesday, April 18, 2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MEMPOSISIKAN PASIEN GENUPECTORAL

SOP MEMPOSISIKAN PASIEN GENUPECTORAL

A. DEFINISI
Suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat pada klien dengan posisi dimana kllien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur

B. TUJUAN
Memeriksa daerah rectum dan sigmoid

C. INDIKASI
Pemasangan obat supositoria

D. PERSIAPAN PASIEN
Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan tindakan

E. PERSIAPAN ALAT

  1. Tempat tidur
  2. Bantal kecil
  3. Bantal biasa
  4. Handuk gulung
  5. Sarung tangan / handscoon


F. CARA KERJA

  1. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
  2. Cuci tangan
  3. Posisikan klien pada posisi menungging dengan kedua kaki ditekkuk dan dada menempel pada Kasur tempat tidur
  4. Pasang selimut untuk menutupi daerah genetalia
  5. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
  6. dokumentasikan tindakan


Sunday, April 16, 2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MENGGANTI ALAT TENUN DENGAN PASIEN DI ATASNYA

SOP MENGGANTI ALAT TENUN DENGAN PASIEN DI ATASNYA

A.  DEFINISI
Suatu kegiatan untuk mengganti alat tenun (sprei) pada tempat tidur pasien yang tidak dapat bangkit dari tempat tidur.

B.  TUJUAN

  1. Menjaga kebersihan lingkungan
  2. Mencegah infeksi
  3. Memberikan rasa nyaman

C.  INDIKASI
Dilakukan pada pasien yang tidak dapat bangkit dari tempat tidur

D.  PERSIAPAN PASIEN
Memberikan penjelasan tentang maksud dan tindakan

E.  PERSIAPAN ALAT

  1. Alat tenun:
  2. Laken
  3. Perlak bila perlu
  4. Steek laken
  5. Boven laken
  6. Sarung bantal
  7. Selimut
  8. Tempat untuk pakaian kotor
  9. Ember berisi desinfektan
  10. Ember berisiair bersih
  11. Lap kerja 3 potong


F.  CARA KERJA

  1. Memberitahu pasien
  2. Mencuci tangan
  3. Mengangkat selimut lalu dimasukkan kedalam pakaian kotor
  4. Memiringkan pasien. Bila pasien tidak dapat miring sendiri, dibantu oleh  soerang perawat lagi yang memegang bahu dan paha pasien dari sisi lain
  5. Menempatkan bantal dibawah kepala pasien
  6. Melepaskan alat - alat tenun dari bawah Kasur dimana perawat berdiri
  7. Menggulung steek laken sampai ke punggung pasien
  8. Membersihkan perlak dengan lap yang dicelupkan kedalam larutan desinfektan, kemudian dibersihkan, lalu dibersihkan  dengan air bersih, dikeringkan dan ditutup sampai ke punggung pasien ( bila perlu perlak diganti ).
  9. Menggulung laken sampai ke punggung pasien
  10. Membersihkan kerangka tempat tidur di sisi perawat berdiri
  11. Membentangkan laken bersih memanjang dengan lipatan tengahnya tepat pada bagian tengah tempat tidur, menyisipkan laken bagian kepala dan kaki ke bawah Kasur, kemudian membuat sudut dan menyisipkan bagian sisi ke bawah Kasur.
  12. Membentangkan kembali perlak yang ditutupkan pada punggung pasien
  13. Memasang steek laken bersih dan bersama dengan perlak di sisipkan kebawah Kasur, caramembentangkannyasamaseperti memasanglaken.
  14. Menelentangkan pasien, kemudian dimiringkan ke sisi lain
  15. Perawat pindah di sisi lain dengan membawa alat - alat pembersihan
  16. Melepaskan alat tenun dari bawah Kasur
  17. Mengangkat steek laken kotor ke tempat pakaian kotor
  18. Membersihkan perlak dengan cara yang sama seperti cara di atas, kemudian di tutupkan pada punggung pasien
  19. Mengangkat laken kotor, kemudian dimasukkan ke dalam pakaian kotor
  20. Membersihkan kerangka tempat tidur dengan cara yang sama seperti di atas
  21. Menarik laken bersih pada punggung pasien lalu dientangkan hingga rata
  22. Menelentangkan pasien
  23. Mengangkat bantal, diratakan kapuknya dan diganti sarungnya dengan yang bersih, lalu diletakkan kembali dibawah kepala pasien.
  24. Menggantiboven laken yang kotor dengan yangbersih,caranya sepertimemasangselimut mandi
  25. Memasang selimut, menyisipkan boven laken dan selimut bagian kaki ke bawah Kasur
  26. Merapikan pasien
  27. Memebereskan alat - alat tenun dan dikembalikan ke tempatnya masing - masing

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MEMANDIKAN PASIEN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MEMANDIKAN PASIEN

A. Definisi
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat ,mulai dari dada, perut, ekstremitas atas, punggung dan ekstremitas bawah untuk mempertahankan kebersihan tubuh pasien yang tidak mampu mandi secara mandiri atau tidak memerlukan bantuan dari orang lain menggunakan air dan sabun mandi.

B. TUJUAN 

  1. Membersihkan kulit dan menghilangkan bau badan
  2. Memberikan rasa nyaman
  3. Merangsang peredaran darah
  4. Merilekskan otot
  5. Mencegah infeksi kulit
  6. Mendidik pasien dalam kebersihan perseorangan


C. INDIKASI

  1. Dilakukan pada pasien dengan keadaan yang lemah
  2. Dilakukan pada pasien dengan masaalah pada kulit


D. PESIAPAN PASIEN

  1. Memberikan penjelasan pada pasien tentang maksud dan tujuan tindakan
  2. Memposisikan pasien sesuai kebutuhan


E. PERSIAPAN ALAT

  1. 2 Waskom berisi air hangat
  2. 2 Waslap
  3. Sabun
  4. 2 Handuk
  5. 1 Stel pakaian
  6. Selimut
  7. Underpad ganti
  8. Perlak
  9. Sarung tangan
  10. Troli
  11. Tempat tertutup pakaian kotor
  12. Pispot urinal
  13. Kapas cebok
  14. Bila perlu minyak telon dan perlak


F. CARA KERJA

  1. Pintu, jendela atau gorden ditutup, bila digunakan scherm bila perlu
  2. Selimut dan bantal dipindahkan dari tempat tidur. Bila masih dibutuhkan, bantal digunakan seperluunya
  3. Dekatkan alat-alat
  4. Tanyakan apakah pasien hendak BAB/BAK sebelum dimandikan
  5. Perawat berdiri disisi kiri atau sisi kanan pasien
  6. Mencuci tangan klien
  7. Beri tahu pasien, bahwa pakaian atas harus dibuka, lalu bagian yang terbuka itu ditutup dengan selimut mandi atau kain penutup
  8. Pasien siap dimandikan dengan urutan sbb:
  9. Mencuci muka
  10. Mencuci lengan
  11. Mencuci dada dan perut
  12. Mencuci punggung
  13. Mencuci kaki
  14. Mencucci lipat paha dan genetalia


Mencuci muka
Langkah:

  1. Bentangkan handuk dibawah kepala
  2. Bersihkan bagian mata pasien hanya dengan menggunakan air. Gunakan satu sisi washlap untuk membersihkan satu mata.
  3. Tanyakan apakah pasien ingin memakai sabun atau tidak
  4. Bersihkan bagian wajah, telinga dan leher pasien dengan menggunakan washlap dan keringkan

Mencuci lengan
Langkah:

  1. Turunkan selimut mandi
  2. Naikkan kedua tangan pasien, letakkan handuk diatas dada pasien dan lebarkan kesamping kiri dan kanan sehingga kedua tangan dapat diletakkan keatas handuk
  3. Basahi dan sabuni lengan pasien dimulai dari sisi yang terjahu dari perawat, kemudian bilas dan keringkan. Lakukan hal yang sama pada lengan disisi terdekat perawat

Mencuci dada dan perut
Langkah:

  1. Tanggalkan pakaian bawah pasien dan turunkan selimut mandi sampai kearea pubis
  2. Naikkan kedua tangan pasien, angkat handuk dan bentangkan handuk pada sisi pasien
  3. Basahi dan sabuni ketiak, dada dan perut pasien kemudian bilas dan keringkan  dengan handuk

Mencuci punggung
Langkah:

  1. Miringkan pasien kekiri
  2. Bentangkan handuk dibawah punggung hingga kebagian bokong
  3. Basahi dan sabuni punggung kemudian bilas dan keringkan. Angkat handuk.
  4. Miringkan pasien kekanan dan lakukan hal yang sama.
  5. Telentangkan pasien dan kenakan pakaian bagian atas dengan rapi.

Memcuci kaki
Langkah:

  1. Keluarkan kaki pasien disisi jauh perawat dari bawah  selimut mandi
  2. Bentangkan handuk dibawah kaki dan tekuk lutut pasien
  3. Basahi, sabuni kaki pasien kemudian bilas dan keringkan.
  4. Lakukan hal yang sama pada kaki disisi terdekat perawat.

Mencuci daerah lipat paha dan genetalia
Langkah:

  1. Bentangkan handuk dibawah bokong
  2. Bersihkan daerahlipatan paha dan genetalia dengan cara dibasahi,disabuni, dibilas dan dikeringkan
  3. Bantu pasien menggunakan pakaian bagian bawah. Angkat handuk
  4. Ganti selimut mandi dengan selimut pasien
  5. Rapikan kembali bed dan posisikan pasien supaya nyaman
  6. Bereskan alat, pakaian dan alat tenun yang telah dipakai atau kotor.
  7. Cuci tangan
  8. Dokumentasikan tindakan.


Saturday, April 15, 2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MEMPOSISIKAN PASIEN PADA POSISI ORTOPNEA

SOP MEMPOSISIKAN PASIEN PADA POSISI ORTOPNEA

A.  DEFINISI
Suatu kegiatan untuk mempoposisikan pasien duduk yang merupakan adaptasi dan possi fowler tinggi, klien duduk di tempat tidur atau tepi tempat tidur dengan meja menyilang diatas tempat tidur.

B.  TUJUAN

  1. Membantu mengatasi masalah kesuitan pernafasan dengan memberikan ekspensi dada maksimum
  2. Membantu klien yang mengalami masalah ekshalasi


C.  INDIKASI
Kebutuhan mobilisasi fowler tinggi atau ortopnea

D.  PERSIAPAN PASIEN
Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan tindakan

E. PERSIAPAN ALAT

  1. Tempat tidur
  2. Bantal kevil
  3. Bantal biasa
  4. Handuk gulung
  5. Footboard /bantalankaki
  6. Sarung tangan meja kkecil


F.  CARA KERJA

  1. Memperkenalkan diri
  2. Beritahu dan jelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan dan lihat respon klien
  3. Dekatkan alat ke klien
  4. Cuci tangan dan gunakan sarung tangaan
  5. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan
  6. Naikkan kepala tempat tidur 900
  7. Letakkan bantal kecil diatas meja yang menyilang diatas tempat tidur dan letakkan tangan diataas bantal yang ada diatas meja
  8. Letakkan bantal dibawah kaki mulai dari lutut sampai tumit
  9. Pastikan tidak ada tekanan pada popliteal dan lutut dalam keadaan fleksi
  10. Letakkan gulungan handuk di samping masing – masing paha
  11. Topang kaki dengan bantalan kaki
  12. Rapikan alat dan klien
  13. Lepas sarung tangan dan cuci tangan
  14. Dokumentasikan tindakan


Friday, April 14, 2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MEMPOSISIKAN PASIEN PADA POSISI SUPINE

SOP MEMPOSISIKAN PASIEN PADA POSISI SUPINE

A.  DEFINISI
Suatu kegiatan untuk memposisikan pasien tidur terlentang dengan kepala dari bahu sedikit elevasi dengan menggunakan bantal

B.  TUJUAN
Mengatasi masalah yang  timbul akibat pemberian posisi pronasi ( telengkup )

C.  INDIKASI
Pasien post spinal anastesi

D.  PERSIAPAN PASIEN
Memberikan penjelasan tentang maskud dan tujuan tindakan

E.  PERSIAPAN ALAT

  1. Tempat tidur
  2. Bantal kecil
  3. Bantal angina
  4. Bantalan kaki / footboard
  5. Sarung tangan/ handscon


F. CARA KERJA

  1. Memperkenalkan diri
  2. Beritahu dan jelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan dan lihat respon klien
  3. Dekatkan alat ke klien
  4. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
  5. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan
  6. Naikkan kepala tempat tidur 900
  7. Letakkan bantal kecil diatas meja yang menyilang diatas tempat tidur dan 
  8. Dokumentasikan tundakan

Thursday, April 13, 2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MEMPOSISIKAN PASIEN PADA POSISI PRONE

MEMPOSISIKAN PASIEN PADA POSISI PRONE

A.  DEFINISI
Suatu kegiatan untuk memposisikan pasien tidur telungkup diatas perut dengan kepala menoleh kesamping

B.  TUJUAN

  1. Memberikan ekstenti penuh pada persendian pinggul dan lutut
  2. Mencegah fleksi kontraktur dari persendian pinggul dan lutut
  3. Membantu drainese dari mulut sehingga berguna bagi pasien pasca operasi mulut dan tenggorokan


C.  INDIKASI
Pasien post operasi mulut

D.  PERSIAPAN PASIEN
Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan tindakan

E.  PERSIAPAN ALAT

  1. Tempat tidur
  2. Bantal kecil
  3. Handuk gulung
  4. Sarung tangan / handscoon


F.  CARA KERJA

  1. Memperkenalkan diri
  2. Beritahu dan jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan dan lihat respon klien
  3. Dekatkan alat keklien
  4. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
  5. Baringkan kloen telentan gmendatar ditengah tempat tidur
  6. Gulingkan paien dan posisikan lengan dekat dengan tubuhnya disertai siku lurus dan tangan dekat paha
  7. Posisikan tengkurap ditengah tempat tidur yang datar
  8. Putar kepala klien ke salah satu sisi dan sokong dengan bantal. Jika produksi drainase banyak dari mulut bantal dikontraindikasikan
  9. Posisikan kedua tangan sejajar dengan kepala menghadap ke depan
  10. Letakkan bantal kecil di bawah kaki mulai dari lutut sampai tumit
  11. Rapikan alat dan klien
  12. Lepas sarung tangan dan cuci tangan
  13. Dokumentasikan tindakan

Wednesday, April 12, 2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MEMPOSISIKAN PASIEN PADA POSISI LATERAL

SOP MEMPOSISIKAN PASIEN PADA POSISI LATERAL

A.  DEFINISI
Posisi berbaring pada salah satu sisi bagian tubuh dengan kepala menoleh ke samping

B.  TUJUAN

  1. Mengurangi lordosis dan meningkatkan kelurusan punggung yang baik
  2. Membantu menghilangkan tekanan pada sakrum dan tumit
  3. Baik untuk posisi tidur dan istirahat


C.  INDIKASI
Kebutuhan mobilisasi lateral

D.  PERSIAPAN PASIEN
Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan tindakan

E.  PERSIAPAN ALAT

  1. Tempat tidur
  2. Bantal kecil
  3. Bantal biasa
  4. Bantal guling
  5. Handuk gulung
  6. Sarung tangan / hanscoon


F.  CARA KERJA

  1. Memperkenalkan diri
  2. beritahu dan jelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan dan lihat respon klien
  3. dekatkan alat ke klien
  4. cuci tangan dan gunakan sarung tangan
  5. baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur
  6. gulingkan pasien hngga posisinya miring
  7. letakkan bantal dibawah kepala dan leher klien
  8. fleksikan bahu bawah dan posisikan ke depan sehingga tubuh tidak meopang pada bahu tersebut
  9. letakkan bantal di bawah lengan atas
  10. letakkan lengan bawah sejajar bahu dan leher
  11. letakkan bantal dibawah paha dan kaki atas sehingga ekstremitas bertumpu pararel dengan permukaan tempat tidur
  12. letakkan bantal guling di belakang punggung klien untuk menstabilkan posisi
  13. rapikan alat dan klien
  14. kaji respon klien
  15. observasi tanda – tanda vital
  16. lepas sarung tangan dn cuci tangan
  17. dokumentasikan tindakan

Monday, April 10, 2017

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA HARGA DIRI RENDAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
     Menurut WHO  sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik, mental dan social, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.Menurut UU Kesehatan RI no. 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis.Sakit adalah ketidak seimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah system biologis dan kondisi penyesuaian.  Kesehatan jiwa adalah satu kondisi sehat emosional psikologis, dan social yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosionl (Videbeck, 2008)Gangguan jiwa didefenisikan sebagai suatu sindrom atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitakan dengan adanya distress (misalnya gejala nyeri) atau disabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) (Videbeck, 2008)
     Di zaman modern ini, globalisasi terjadi di berbagai bidang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat. Selain berbagai kemudahan, pada zaman modern ini juga memberikan banyak stresor bagi masyarakat. Stresor dapat memengaruhi keadaan jiwa seseorang Salah satunya harga diri rendah.
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 1998).
     Harga diri seseorang sangat dipengaruhi oleh individu itu sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan beberapa pengalaman in dividu. Seseorang yang memiliki koping yang baik, maka ia akan mampu mempertahankan atau meningkatkan harga dirinya.

B.Rumusan Masalah
Apakah pengertian dari Harga Diri Rendah ?
Apa saja etiologi Harga Diri Rendah ?
Apa saja  proses terjadinya Harga Diri Rendah
Apa saja Prognosis dan komplikasi Harga Diri Rendah?
Apa saja Manifestasi Klinik Harga Diri Rendah?
Apa saja Penatalaksanaan Harga Diri Rendah?

C. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian dari Harga Diri Rendah
Untuk mengetahui etiologi dari Harga Diri Rendah
Untuk mengetahui proses terjadinya Harga Diri Rendah
Untuk mengetahui Prognosis dan komplikasi Harga Diri Rendah
Untuk mengetahui Manifestasi Klinik Harga Diri Rendah
Untuk mengetahui Penatalaksanaan  Harga Diri Rendah



BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 KONSEP  DASAR  HARGA DIRI  RENDAH
PENGERTIAN
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. (Gail. W. Stuart, 2007)
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negative terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. (TIM MPKP RSMM & FIK UI, 2009: )
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, tidak berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa ( Depkes RI, 2000 )
ETIOLOGI
Harga diri rendah sering di sebabkan karena adanya koping individu yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik, kurangnya umpan balik yang positif, kurangnya sistem pendukung, kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi sistem keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal, sehingga individu yang mempunyai koping individu tidak efektif akan menunjukkan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri atau tidak dapat memecahkan masalah terhadap tuntuan hidup serta peran yang dihadapi.
Penyebab terjadinya harga diri rendah antara lain :
a.Faktor predisposisi ( Stuard and Sudeen, 1998 )
Penolakan orang tua
Harapan orang tua yang tidak realistis
Kegagalan yang berulang kali
Kurang mempunyai tanggung jawab personal
Ketergantungan pada orang lain
Ideal diri tidak realistis
b. Faktor presipitasi ( Stuard and Sudeen, 1998 )
Faktor  presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar individu ( eksternal or internal sources )
Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jeis transisi peran :
Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan
Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan.

PROSES TERJADINYA MASALAH
Menurut Stuart (2007: hal.186) Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi di pelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia, dengan 5 komponen konsep diri yaitu citra tubuh, ideal diri, harga diri, performa peran dan identitas pribadi. Individu dengan kepribadian yang sehat akan mengalami hal - hal seperti citra tubuh yang positif, ideal diri yang realistis, konsep diri yang positif, harga diri yang tinggi, performa peran yang memuaskan, rasa identitas yang jelas. Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh stressor ( krisis ), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa dirinya tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran, seperti trauma yang tiba tiba misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi peran adalah kondisi harga diri rendah situasional. Jika lingkungan tidak memberikan dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis. Harga diri rendah kronis juga dipengaruhi beberapa factor seperti factor biologis, psikologis, social dan cultural. Factor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja hormon secara umum yang dapat pula berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contah kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi kecenderungan harga diri rendah kronis semakin besar karena klien dipengaruhi oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya. Faktor psikologis berhubungan dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak, orang tua tidak percaya pada anak, tekanan teman sebaya, peran yang tidak sesuai dengan jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan. Faktor sosial yaitu status ekonomi seperti kemiskinan, tinggal di daerah kumuh. Faktor kultural seperti tuntutan peran kebudayaan.seperti wanita sudah harus menikah jika umur mencapai dua puluhan.

KOMPLIKASI
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial. Isolasi sosial merupakan gangguan kepribadian yang tidak flexible pada tingkah laku yang maladaptif, menganggu fungsi seseorang dalam hubungan social

MANIFESTASI KLINIS
Menurut Keliat (1999) tanda dan gejala yang dapat muncul pda pasien harga diri rendah adalah :
Perasaan malu terhadap diri sendiri, individu mempunyai perasaan kurang percaya diri.
Rasa bersalah terhadaap diri sendiri, individu yang selalu gagaal dalaam meraih sesuatu.
Merendahkan martabat diri sendiri, menganggap dirinya berada dibawah orang lain.
Gangguan berhubungan social seperti menarik diri, lebih suka menyendiri dan tidak ingin bertemu orang lain.
Rasa percaya diri kurang , merasa tidak percaya dengan kemampuan yang dimiliki.
Sukar mengambil keputusan, cenderung bingung dan ragu-ragu dalam memilih sesuatu.
Menciderai diri sendiri sebagai akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram sehingga memungkinkan untuk mengakhiri kehidupan.
Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan.
Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri.
Ketegangan peran yang dirasakan.
Pandangan hidup pesimis.
Keluhan fisik
Penolakan terhadap kemampuan personal
Destruktif terhadap diri sendiri
Menarik diri secara social
Penyalahgunaan zat
Menarik diri dari realitas
Khawatir

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Keperawatan
Keliat ( 1999 ) menguraikan empat cara untuk meningkatkan harga diri yaitu :
Memberi kesempatan untuk berhasil
Menanamkan gagaasan
Mendorong aspirasi
Membantu membentuk koping

Penatalaksanaan Medis
1) Chlorpromazine  ( CPZ )     : 3 x100 mg
Indikasi
Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental : waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dam melakukan kegiatan rutin.
Cara kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak khususnya sistem ekstra piramidal.
Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran yang disebabkan CNS Depresi.
Efek samping
Sedasi
Gangguan otonomik (hypotensi, antikolinergik / parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung).
Gangguan ekstra piramidal ( distonia akut, akatshia, sindrom parkinsontremor, bradikinesia rigiditas ).
Gangguan endokrin ( amenorhoe, ginekomasti ).
Metabolik ( Jaundice )
Hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang
2) Halloperidol ( HP ) : 3 x 5 mg
Indikasi
Penatalasanaan psikosis kronik dan akut, gejala demensia pada lansia, pengendalian hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada anak-anak.
Cara kerja
Halloperidol merupakan derifat butirofenon yang bekerja sebagai antipsikosis kuat dan efektif untuk fase mania, penyebab maniak depresif, skizofrenia dan sindrom paranoid. Di samping itu halloperidol juga mempunyai daya anti emetik yaitu dengan menghambat sistem dopamine dan hipotalamus. Pada pemberian oral halloperidol diserap kurang lebih 60–70%, kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2-6 jam dan menetap 2-4 jam. Halloperidol ditimbun dalam hati dan ekskresi berlangsung lambat, sebagian besar diekskresikan bersama urine dan sebagian kecil melalui empedu.
Kontra indikasi
Parkinsonisme, depresi endogen tanpa agitasi, penderita yang hipersensitif terhadap halloperidol, dan keadaan koma.
Efek samping
Pemberian dosis tinggi terutama pada usia muda dapat terjadi reaksi ekstapiramidal seperti hipertonia otot atau gemetar. Kadang-kadang terjadi gangguan percernaan dan perubahan hematologik ringan, akatsia, dystosia, takikardi, hipertensi, EKG berubah, hipotensi ortostatik, gangguan fungsi hati, reaksi alergi, pusing, mengantuk, depresi, oedem, retensio urine, hiperpireksia, gangguan akomodasi.
3) Trihexypenidil ( THP ) : 3 x 2 mg
Indikasi
Semua bentuk parkinson (terapi penunjang), gejala ekstra piramidal berkaitan dengan obat-obatan antipsikotik.
Cara kerja
Kerja obat-obat ini ditujukan untuk pemulihan keseimbangan kedua neurotransmiter mayor secara alamiah yang terdapat di susunan saraf pusat asetilkolin dan dopamin, ketidakseimbangan defisiensi dopamin dan kelebihan asetilkolamin dalam korpus striatum. Reseptor asetilkolin disekat pada sinaps untuk mengurangi efek kolinergik berlebih.
Kontra indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini atau antikolonergik lain, glaukoma, ulkus peptik stenosis, hipertrofi prostat atau obstruksi leher kandung kemih, anak di bawah 3 tahun, kolitis ulseratif.
Efek samping
Pada susunan saraf pusat seperti mengantuk, pusing, penglihatan kabur, disorientasi, konfusi, hilang memori, kegugupan, delirium, kelemahan, amnesia, sakit kepala. Pada kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, hipertensi, takikardi, palpitasi. Pada kulit seperti ruam kulit, urtikaria, dermatitis lain. Pada gastrointestinal seperti mulut kering, mual, muntah, distres epigastrik, konstipasi, dilatasi kolon, ileus paralitik, parotitis supuratif. Pada perkemihan seperti retensi urine, hestitansi urine, disuria, kesulitan mencapai atau mempertahankan ereksi. Pada psikologis seperti depresi, delusu, halusinasi, dan paranoid.
c. Terapi okupasi / rehabilitasi
Terapi yang terarah bagi pasien, fisik maupun mental dengan menggunakan aktivitas terpilih sebagai media. Aktivitas tersebut berupa kegiatan yang direncanakan sesuai tujuan ( Seraquel, 2004 )
d. Psikoterapi
Psikoterapi yang dapat membantu penderita adalah psikoterapi suportif dan individual atau kelompok serta bimbingan yang praktis dengan maksud untuk mengembalikan penderita ke masyarakat ( Seraquel, 2004 )
e. Terapi psikososial
            Kaplan and Sadock ( 1997 ), rewncana pengobatan untuk skizofrenia harus ditujukan padaa kemampuan daan kekurangan pasien. Selain itu juga perlu dikembangkan terapi berorientasi keluarga, yang diarahkan untuk strategi penurunan stress dan mengatasi masalah dan perlibatan kembali pasien kedalam aktivitas.






BAB III
PENUTUP
3.1       KESIMPULAN
  Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang    berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 1998).
Dalam malakukan perawatan jiwa sangat penting sekali membina hubungan saling percaya dan juga membutuhkan kolaborasi yang baik dengan tenaga medis (dokter dan perawat), keluarga dan juga lingkungan (tetangga dan masarakat) terapeutik, agar semua maksud dan tujuan klien dirawat maupun perawat yang merawat tercapai.

3.2       SARAN
1.      Klien
Libatkan klien dalam aktivitas positif
Minum obat secara rutin dengan prinsip 5B
Memahami aspek positif dan kemampuan yang dimilikinya
Berlatih untuk berinteraksi dengan orang lain
2.      Keluarga
Mau dan mampu berperan serta dalam pemusatan kemajuan klien
Membantu klien dalam pemenuhan aktivitas positif
Menerima klien apa adanya
Hindari pemberian penilaian negative

3.      Perawat
Lebih mengingatkan terapi theraupetik terhadap klien
Menyarankan keluarga untuk menyiapkan lingkungan dirumah
Meningkatkan pemenuhan kebutuhan dan perawatan klien
Memberi reinforcement




DAFTAR PUSTAKA
Dadang, Hawari. 2001. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI.
Depkes RI. 2000. Keperawatan Jiwa. Jakarta
Harrol, Kaplan. 1987. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta. Widya Medika
Keliat, at all. 1998. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta. Egc
Keliat, Budi Ana. 1992. Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa. EGC: Jakarta.
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta. Egc
Stuart, G.W. dan Sudeen, S.J. (1995). “Principles And Practice Of Psychiatric Nursing”. (6th ed). St. Louis : Mosby year book
Town send, M.C. (1998). “Diagnosa Keperawatan Psikiatri : Pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan”. Jakarta : EGC (terjemahan).
Towsend, Mary C. 1998. diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri. Jakarta. Egc
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.

Sunday, April 9, 2017

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PERILAKU KEKERASAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat  Tuhan, karena berkat rahmat dan karuniaNyalah akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa. Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memahami mengenai  Perilaku Kekerasan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, mengingat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kami juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun semangat, agar kedepan kami bisa membuat makalah dengan lebih baik. Dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami, khususnya pembaca dan pihak yang memerlukan pada umumnya.
Semoga Tuhan memberikan rahmat serta karuniannya kepada semua pihak yang telah turut membantu penyusunan makalah ini.





BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Menurut WHO  sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik, mental dan social, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Menurut UU Kesehatan RI no. 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis.
Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah system biologis dan kondisi penyesuaian.  
Kesehatan jiwa adalah satu kondisi sehat emosional psikologis, dan social yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosionl (Videbeck, 2008)
Gangguan jiwa didefenisikan sebagai suatu sindrom atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitakan dengan adanya distress (misalnya gejala nyeri) atau disabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) (Videbeck, 2008)
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalnya: memaki-maki orang di sekitarnya, membanting–banting barang, menciderai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda montor. Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi pendekatan proses keperawatan.

B. Rumusan Masalah
1.  Apakah pengertian dari Perilaku Kekerasan?
2.  Apa saja tanda dan gejala dari Perilaku Kekerasan?
3. Apa saja etiologi  dari Perilaku Kekerasan?
4. Apa saja Rentang respon Perilaku Kekerasan?
5. Apa saja Mekanisme koping dari Perilaku Kekerasan?
6. Apa saja Perilaku dari Perilaku Kekerasan?
7. apa saja Pengobatan medic dari Perilaku Kekerasan?

C. Tujuan
1.  Untuk mengetahui pengertian dari Perilaku Kekerasan
2.  Untuk mengetahui gejala dari Perilaku Kekerasan
3. Untuk mengetahui etiologi  dari Perilaku Kekerasan
4. Untuk mengetahui Rentang respon Perilaku Kekerasan
5. Untuk mengetahui Mekanisme koping dari Perilaku Kekerasan
6. Untuk mengetahui Perilaku dari Perilaku Kekerasan
7. Untuk mengetahui Pengobatan medic dari Perilaku Kekerasan


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun orang lain (Towsend, 1982). PK (perilaku kekerasan) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat memebahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol.

B.     Tanda dan Gejala
1.      Menyerang orang yang sedang mengusiknya jika sedang kesal atau kesal
2.      Nada suara tinggi dan keras
3.      Mengungkapkan perasaan tidak berguna
4.      benci / kesal dengan seseorang
5.      Suka membentak
6.      Sering pula tampak klien memaksakan kehendak
7.      Pandangan tajam  
8.      Suka merampas barang milik orang lain
9.      Mata merah dan wajah agak merah 
10.  Bicara menguasai 
11.  Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik, dada sesak, bingung
12.  Otot tegang
13.  Berdebat
14.  Mengeluh perasaan terancam

C.    Etiologi
a.  Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
1.      Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2.      Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3.      Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
4.      Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
b.      Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

D.     Rentang respon
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:
Ø  Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
Ø  Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
Ø  Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
Ø  Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Ø  Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.

E.     Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
1.      Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
2.      Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
3.      Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4.      Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
5.      Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

F.     Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1.      Menyatakan secara asertif (assertiveness)Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
2.      Menyerang atau menghindar (fight of flight)Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
3.      Perilaku kekerasan. Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
4.      Memberontak (acting out). Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.

G.    Pengobatan medik
a.  Farmakoterapi
    Ø  Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
    Ø  Obat anti depresi, amitriptyline
    Ø  Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
    Ø  Obat anti insomnia, phneobarbital
b.  Terapi modalitas
1)       Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian:
Ø  BHSP
Ø  Jangan memancing emosi klien
Ø  Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
Ø  Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang dialami
Ø  Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
Ø  Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan pendapat
Ø  Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klienc
Ø  Mendengarkan keluhan klien
Ø  Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
Ø  Jika terjadi PK yang dilakukan adalah:
-          Bawa klien ketempat yang tenang dan aman
-          Hindari benda tajam
-          Lakukan fiksasi sementara
-          Rujuk ke pelayanan kesehatan
2)       Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan social atau aktivitas lai dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
3)       Terapi musik
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien.