Sunday, April 9, 2017

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PERILAKU KEKERASAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat  Tuhan, karena berkat rahmat dan karuniaNyalah akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa. Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memahami mengenai  Perilaku Kekerasan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, mengingat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kami juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun semangat, agar kedepan kami bisa membuat makalah dengan lebih baik. Dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami, khususnya pembaca dan pihak yang memerlukan pada umumnya.
Semoga Tuhan memberikan rahmat serta karuniannya kepada semua pihak yang telah turut membantu penyusunan makalah ini.





BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Menurut WHO  sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik, mental dan social, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Menurut UU Kesehatan RI no. 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis.
Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah system biologis dan kondisi penyesuaian.  
Kesehatan jiwa adalah satu kondisi sehat emosional psikologis, dan social yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosionl (Videbeck, 2008)
Gangguan jiwa didefenisikan sebagai suatu sindrom atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitakan dengan adanya distress (misalnya gejala nyeri) atau disabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) (Videbeck, 2008)
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalnya: memaki-maki orang di sekitarnya, membanting–banting barang, menciderai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda montor. Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi pendekatan proses keperawatan.

B. Rumusan Masalah
1.  Apakah pengertian dari Perilaku Kekerasan?
2.  Apa saja tanda dan gejala dari Perilaku Kekerasan?
3. Apa saja etiologi  dari Perilaku Kekerasan?
4. Apa saja Rentang respon Perilaku Kekerasan?
5. Apa saja Mekanisme koping dari Perilaku Kekerasan?
6. Apa saja Perilaku dari Perilaku Kekerasan?
7. apa saja Pengobatan medic dari Perilaku Kekerasan?

C. Tujuan
1.  Untuk mengetahui pengertian dari Perilaku Kekerasan
2.  Untuk mengetahui gejala dari Perilaku Kekerasan
3. Untuk mengetahui etiologi  dari Perilaku Kekerasan
4. Untuk mengetahui Rentang respon Perilaku Kekerasan
5. Untuk mengetahui Mekanisme koping dari Perilaku Kekerasan
6. Untuk mengetahui Perilaku dari Perilaku Kekerasan
7. Untuk mengetahui Pengobatan medic dari Perilaku Kekerasan


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun orang lain (Towsend, 1982). PK (perilaku kekerasan) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat memebahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol.

B.     Tanda dan Gejala
1.      Menyerang orang yang sedang mengusiknya jika sedang kesal atau kesal
2.      Nada suara tinggi dan keras
3.      Mengungkapkan perasaan tidak berguna
4.      benci / kesal dengan seseorang
5.      Suka membentak
6.      Sering pula tampak klien memaksakan kehendak
7.      Pandangan tajam  
8.      Suka merampas barang milik orang lain
9.      Mata merah dan wajah agak merah 
10.  Bicara menguasai 
11.  Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik, dada sesak, bingung
12.  Otot tegang
13.  Berdebat
14.  Mengeluh perasaan terancam

C.    Etiologi
a.  Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
1.      Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2.      Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3.      Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
4.      Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
b.      Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

D.     Rentang respon
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:
Ø  Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
Ø  Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
Ø  Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
Ø  Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Ø  Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.

E.     Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
1.      Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
2.      Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
3.      Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4.      Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
5.      Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

F.     Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1.      Menyatakan secara asertif (assertiveness)Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
2.      Menyerang atau menghindar (fight of flight)Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
3.      Perilaku kekerasan. Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
4.      Memberontak (acting out). Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.

G.    Pengobatan medik
a.  Farmakoterapi
    Ø  Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
    Ø  Obat anti depresi, amitriptyline
    Ø  Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
    Ø  Obat anti insomnia, phneobarbital
b.  Terapi modalitas
1)       Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian:
Ø  BHSP
Ø  Jangan memancing emosi klien
Ø  Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
Ø  Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang dialami
Ø  Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
Ø  Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan pendapat
Ø  Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klienc
Ø  Mendengarkan keluhan klien
Ø  Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
Ø  Jika terjadi PK yang dilakukan adalah:
-          Bawa klien ketempat yang tenang dan aman
-          Hindari benda tajam
-          Lakukan fiksasi sementara
-          Rujuk ke pelayanan kesehatan
2)       Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan social atau aktivitas lai dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
3)       Terapi musik
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien.

No comments:

Post a Comment